Jumat, 05 Desember 2014

Relatif? kenapa tidak

aih,, di sini  bukan relativism sebagai ideologi yang kompleks dan saya belum paham,, ahahhaha
tapi di sini, mau nggak mau atau memang saking longgarnya kuliah (ceileh,, paper bro!) nggak sengaja bener ada satu topik yang menarik dan tengiang-ngiang di kepala 1-2 hari ini : Relatif

Kebetulan 1
Ada postingan dari Hipwee , postingan agak lama sih yang saya buka lagi, sekilas tentang "inside opinion" dari dunia seputar Hubungan Internasional. aih semacam rendezvouz gitu,, semacam : hey world, we're IR and thanks you've understood us!" ahahaha tentang suka duka kenyataan pahit yang kadang konyol (bittersweet gituu), cita-cita yang membumbung soal korps diplomatik dan kawan-kawan realitas paper yang mencekik,, stigma daaan akhirnya pemahaman : nggak ada yang perlu disesali jadi penstudi HI,, no matter your day now. Bukan chauvinistis jurusan sih, tapi lebih pada sebuah motivasi yang kocak :p

Kebetulan 2
Ada teman yang berkomentar pada suatu kasus yang berhubungan dengan bidang studi saya, yang intinya mengkaitkan antara janji kampanye yang meleset (belum di tepati seperti saat kampanye), dan substansi dari janji itu sendiri yaitu komitmen unutk mengakui Hamas. Jadi mas temenku ini mempertanyakan kenapa Hamas ga diakui dan kaitannya (menurut dia)  membuat Indonesia ga berperan dalam proses pengakuan kemerdekaan Palestina. Nah lho, somehow 2 peristiwa ini sepertinya terkait, buty eits I argued that actually they stand on difference position :p

Kaalo gaya di kelas tuh gini analisisisnya (sok sok an presentasi di depan Pak Muhadi) :
Hamas itu organisasi politik, semacam fraksi atau ormas, bukan institusi negara, tapi bagian dari negara. Tentu,  eksistensinya itu menimbulkan pro dan kontra , perilaku Hamas yang keras pada Israel (tanpa bermaksud membenarkan pula tindakan Israel) tidak selamanya positif lho.Sehingga munkin ini yang menjadi pertimbangan Pemerintah urung mengakui Hamas. Lagipula  konteksnya masih abu-abu ketika meninjau  sebuah keharusan bahwa negara mengakui organisasi yang secara tingkatan analisis berada dalam kedaulatan negara (Pemerintah Palestina).  Ada beberapa negara yang mengecapnya sebagai teroris. Sedangkan dalam negara Palestina sendiri selain Hamas, ada Fatah yang lebih fleksibel dalam perundingan dan diplomas dan menjadi faksi pemimpin pos-pos eksekutif negara. Hamas memang Palestina, tapi Palestina bukan cuma Hamas. ini yang saya kira belum dipahami masyarakat. dalam negara Palestina sendiri usaha pengakuan kedaulatan negaranya sudah banyak dilakukan. negara dalam konteks hukum internasional secara de facto harus memiliki  warga dan teritorial sedangkan secara de jure adalah adanya pengakuan dari negara lain (mohon maaf bila ada kesalahan intrepretasi). That's the point, Indonesia sudah berperan disitu., antara lain: pengakuan kedaulatan dalam bentuk saling tukar menukar duta/ konsul, aktif menyuarakan mediasi meskipun tidak bisa menjadi mediator Israel-Paestina. Selain dalam PBB, pada forum internasional lain seperti OKI Indonesia sudah menunjukkan posisinya bahwa keberadaan Palestina selaras dengan politik luar negeri Indonesia. Ada banyak hal yang dilakukuan RI walaupun masih belum cukup. Kalau Indonesia memutuskan untuk belum mengakui Hamas, jika dikaitkan dengan komitmen kampanye dan semangat RI mendukung kemerdekaan palestina sepertinya tidak sinkron. Dukungan kemerdekaan tidak serta merta dicerminkan dengan pengakuan eksistensi aktor sub negara. Tentunya berbeda lagi jika dikaitkan dengan janji kampanye.

** kalo dikaitin dengan kebetulan no 1 sih iya: Pemikiran kami anak HI dilatih unutk holistik dan divergen sekaligus. Nothing is pure black and white for us,, bahkan pada konflik yang bahkan telah disebutkan dalam al Quran ini. and that's why IR is not just a mere academical perspective, but somehow its reflect our persperctive in daily life. dan semakin bisa pahami cara pikir orang. temen saya anak sipil dan keahliannya bukan di ranah ini saya harus pahami pola pikirnya. ilmu terlalu luas untuk dipahami sendiri bukan. dan pada konteks tertentu yang saling berkelindan, kebenaran yang diteropong dari fakta itu relatif. so, why not to start thinking relatively when faced the daily life? :))

0 comments:

Posting Komentar

 

pHie_corNer Copyright © 2010 | Designed by: Compartidisimo